BRIN Luncurkan Dua Skema Pendanaan Riset, Berikut Penjelasannya

Nasional411 Dilihat

JAKARTA, Narawarta.com – Bada Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meluncurkan dua skema pendanaan riset dan inovasi. Kedua skema itu, yakni Pusat Kolaborasi Riset BRIN dan Joint Call BRIN-KONEKSI.

Fokus skema Pusat Kolaborasi Riset (PKR) yang diluncurkan pada 2024 adalah Pusat Kolaborasi tipe II yaitu PKR Industri. Pengusul skema adalah industri yang bekerja sama dengan perguruan tinggi dan periset BRIN.

PKR Industri lebih menekankan pada pengembangan produk/jasa hasil riset dan inovasi untuk dimanfaatkan oleh industri. Skema PKR mencakup berbagai bidang, termasuk teknologi informasi, energi terbarukan, kesehatan, pertanian, dan bidang lainnya.

Skema ini memiliki maksud untuk menciptakan ekosistem riset pada bidang spesifik dengan standar global terbuka (inklusif) dan kolaboratif. Hal ini dalam rangka menciptakan fondasi ekonomi berbasis riset yang kuat dan berkesinambungan, serta menjadikan Indonesia sebagai pusat dan platform riset global berbasis sumber daya alam dan keanekaragaman lokal.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menegaskan PKR Industri memungkinkan industri lokal untuk masuk ke aktivitas pengembangan produk inovatif berbasis riset tanpa perlu mengeluarkan investasi dan menanggung risiko yang terlalu besar.

“Ini adalah salah satu bentuk nyata kehadiran negara melalui BRIN untuk memfasilitasi para pelaku usaha lokal kita,” tegas Handoko dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 Juni 2024.

Skema ini juga memungkinkan terjadinya kolaborasi riset berbasis kebutuhan pasar melibatkan periset dari BRIN dan perguruan tinggi. Ke depan, PKR Industri diharapkan menjadi cikal bakal pengembangan R&D di berbagai industri lokal sesuai dengan tujuan awal didirikannya BRIN.

Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi Agus Haryono menyampaikan tujuan skema ini untuk meningkatkan kemampuan adaptasi kelembagaan riset mengikuti dinamika riset (global) secara efisien, tanpa berpotensi menjadi beban berkepanjangan. Selain itu tujuan lainnya guna meningkatkan critical mass sumber daya yang ada di BRIN, perguruan tinggi, rumah sakit, lembaga riset lainnya, dan/atau industri.

”Selain itu skema ini dapat saling melengkapi antara periset perguruan tinggi, rumah sakit, lembaga riset lainnya, dan/atau industri dengan Pusat Riset yang ada di BRIN,” ujar Agus.

Sementara itu, skema pendanaan Joint Call BRIN-KONEKSI sebagai funding agency untuk aktivitas riset dan inovasi di Indonesia. BRIN terus membuka peluang joint-funding dengan berbagai funding agency di mancanegara.

“Ini tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan nilai alokasi pendanaan riset dan inovasi, tetapi juga sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kolaborasi dan interaksi antara periset Indonesia dengan mitranya di berbagai belahan dunia,” papar Handoko.

Handoko menyebut ilmu pengetahuan, riset dan inovasi merupakan komoditas universal dan memerlukan interaksi lintas negara. Hal itu untuk memastikan peningkatan kapasitas dan kompetensi dalam berkompetisi secara global.

Dia berharap melalui program KONEKSI kerja sama dan kolaborasi khususnya dengan Australia sebagai salah satu negara tetangga terpenting bagi Indonesia akan semakin kuat ke depannya.

Agus menjelaskan KONEKSI bertujuan memperkuat hubungan strategis antara Australia dan Indonesia melalui kemitraan antara instituisi sektor riset dan inovasi di kedua negara. “Kemitraan ini diharapkan dapat menghasilkan solusi pembangunan berbasis pengetahuan yang berkontribusi kepada kebijakan dan teknologi yang inklusif dan berkelanjutan,” tutur dia.

Skema pendanaan Joint Call BRIN-KONEKSI melalui kegiatan riset bersama dengan tema Biodiversitas Maritim. Kolaborasi antara kedua negara ini akan memperkaya pemahaman tentang kekayaan hayati laut dan ekosistem maritim

Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN Ajeng Arum Sari menyampaikan peluncuran kedua skema pendanaan riset dan inovasi kali ini mengusung tema ”Penguatan Kolaborasi Industri untuk Akselerasi Ekonomi”. Kedua skema ini dapat dimanfaatkan bersamaan dengan open platform di bidang infrastruktur dan mobilitas periset.

“Hal ini akan menjadi terobosan inovasi pendanaan riset nasional untuk memenuhi kebutuhan industri sehingga akselerasi nilai ekonomi berbasis pengetahuan dapat ditingkatkan,” jelas Ajeng.*